Kamis, 29 November 2012


PROPOSAL (METODE RISET)

Nama    : Yeni Fitri Yani S
Kelas     : 3EA18
NPM      : 1821019

PENGARUH KUALITAS JASA
TERHADAP KEPUASAN PADA INDUSTRI PENDIDIKAN
DI YOGYAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1   LATAR BELAKANG MASALAH

Pada era globalisasi ini, kualitas dipandang sebagai salah satu alat untuk mencapai keunggulan kompetitif, karena kualitas merupakan salah satu factor utama yang menentukan pemilihanproduk dan jasa bagi konsumen. Tujuan dari organisasi adalah untuk menghasilkan barang dan jasayang dapat memuaskan konsumen. Kepuasan konsumen akan tercapai apabila kualitas produk danjasa yang diberikan sesuai dengan kebutuhannya. Kulaitas jasa yang jarang baik merupakan hal yang sangat penting dalam menciptakan kepuasaan pelanggan, namun untuk memahami bagaimana kualitas yang diterima oleh konsumen tidaklah mudah. Kurtz dan Clow (1998) menyatakan bahwa kualitas jasa lebih sukar untuk dievaluasi dibandingkan dengan kualitas barang. Kualitas jasa tidak diciptakan melalui proses produksi dalam pabrik untuk kemudian dserahkan kepada konsumen sebagaimana kualitas barang.

 Sebagian besar kualitas jasa  diberikan selama. penyerahan jasa terjadi dalam proses interaksi diantara konsumen dan terdapat kontak personil dengan penyelenggara jasa tersebut. Perguruan tinggi di Indonesia sebagai salah satu organisasi jasa, saat ini mengalami suatu perubahan yang fundamental. Perubahan kurikulum, perubahan metode pengajaran, perubahan sistem paket semester menjadi sistem kredit semester, dan sebagainya berdampak antara lain pada lamanya masa studi serta kualitas lulusan yang lebih baik. Perubahan ini dilakukan untuk mengantisipasi perubahan lingkungan terutama dalam menyambut era globalisasi. Perubahan ini bukan hanya disebabkan karena pesatnya perkembangan ilmu, teknologi dan seni, melainkan juga karena perubahan ekspektasi masyarakat terhadap peranan perguruan tinggi dalam merintis hari depan bangsa dan Negara.
  
Tuntutan terhadap perguruan tinggi dewasa ini bukan hanya sebatas kemampuan untuk menghasilkan lulusan yang diukur secara akademik, melainkan keseluruhan program dan lembaga-lembaga perguruan tinggi harus mampu membuktikan kualitas yang tinggi yang didukung oleh akuntabilitas yang ada. Bukti prestasi, penilaian, sertifikasi kualitas, keberhasilan alumnidalam mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang ilmunya, serta hasilevaluasi juga dibutuhkan untuk memperoleh pengakuan dari masyarakat.

1.2 LANDASAN TEORI
2.1  TEORI
2.1.1 DIMENSI KUALITAS JASA
Kualitas merupakan tingkat kesesuaian dengan persyaratan, alam hal ini persyaratan pelanggan. Total quality service merupakan konsep tentang bagaimana menanamkan kualitas pelayanan pada setiap fase penyelenggaraan jasa yang melibatkan semua personel yang ada dalam organisasi (Handriana, 1998).
2.1.2  PENGUKURAN KUALITAS JASA
Untuk menganalisis kualitas jasa dapat dilakukan dengan mengkuantifikasi dimensi kualitas dengan menggunakan skala Likert pada kuesioner yang disebarkan kepada responden. Zeithaml, dkk. (1988) mengukur kualitas jasa dengan mengetahui perbedaan/gap antara harapan dengan persepsi pelanggan. Hal ini sesuai dengan definisi kualitas pelayanan, yaitu derajat perbedaan antara harapan pelanggan dengan persepsi pelanggan terhadap kinerja jasa yang diterimanya. Berbeda dengan Parasuraman, dkk (1985), Cronin dan Taylor (1992) mengemukakan konsep SERVPERF untuk mengukur kualitas jasa, yaitu kualitas pelayanan secara langsung dipengaruhi oleh persepsi pelanggan terhadap kinerja. Konsep ini didukung juga oleh beberapa peneliti, yaitu Babakus dan Boller (1992), Teas (1994), dan sebagainya.
2.1.3 KEPUASAN
Kotler (1997) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan suka atau kecewa seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara persepsi atas kinerja produk dengan harapannya. Definisi ini mengandung pengertian bahwa kepuasan merupakan fungsi kinerja yang dipersepsikan denganharapan. Pengertian kepuasan ini didukung juga oleh Zeithaml, dkk (1993).
 2.2 PENELITIAN TERDAHULU
1.       Musa (1996) melakukan penelitian tentang Total Quality Service pada organisasi mutimedia pada TVRI dan RCTI. Variabel yang dinilai adalah cost efficiency, quality, dependability, flexibility, time based competition dan support service. Hasilnya menunjukkan bahwa TVRI maupun RCTI sama-sama berkeinginan untuk memberikan servis khusus dengan menggunakan strategi dari keenam variabel tersebut, namun dengan intensitas yang berbeda. Implementasi cost efficiency di TVRI lebih banyak dilakukan dibandingkan dengan RCTI. Kualitas yang dipersepsikan oleh pelanggan, dependability, flexibility, time based competition dan support service di RCTI lebih tinggi dibandingkan dengan di TVRI. Secara keseluruhan, ternyata sebagian besar dari keenam variabel tersebut menunjukkan bahwa RCTI sebagai organisasi privat dalam lebih baik daripada TVRI sebagai organisasi publik.
2      Handriana (1998) meneliti mengenai analisis perbedaan harapan kualitas jasa pada lembaga pendidikan tinggi di Surabaya. Penelitian ini mereplikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Shank dkk. (1995) yang berjudul: Expectation: Do we know our students expect in Quality education? Berdasarkan penelitian Shank dkk. (1995) yang membagi kualitas pelayanan menjadi tiga dimensi: respek terhadap mahasiswa, pengetahuan dosen dan lingkungan fisik universitas/perguruan tinggi, maka dalam penelitiannya, Handriana (1998) menganalisis berdasarkan gap antara kualitas jasa yang diharapkan oleh mahasiswa dan persepsi dosen ataskualitas jasa yang diharapkan oleh mahasiswa.

2.3 HIPOTESIS

        Dari uraian tersebut, peneliti mengemukakan hipotesis, bahwa terdapat hubungan positif antar GAP (selisih antara kinerja kualitasjasa yang dipersepsikan dengan kualitas jasa yang diharapkan oleh mahasiswa) kualitas jasa, dengan kepuasan mahasiswa. Secara terperinci, beberapa hipotesis yang dapat dikemukakan adalah:
H1 : Apabila gap reliability semakin tinggi, maka kepuasan mahasiswA akan meningkat
H2 : Apabila gap responsiveness semakin tinggi, maka kepuasan mahasiswa akan meningkat.
H3 : Apabila gap assurance semakin tinggi, maka kepuasan mahasiswa akan meningkat.
H4 : Apabila gap emphaty semakin tinggi, maka kepuasan mahasiswa akan meningkat.
H5 : Apabila gap tangible semakin tinggi, maka kepuasan mahasiswa akan meningkat.



                                                             BAB II
                                                      METODOLOGI

 PENGARUH KUALITAS JASA
   TERHADAP KEPUASAN PADA INDUSTRI PENDIDIKAN
 DI YOGYAKARTA


3.1  DATA DAN SUMBER DATA

Data diambil dari mahasiswa pada program studi perguruan tinggi yang mewakili universitas negeri, universitas swasta, sekolah tinggi dan institut yang memiliki peringkat akreditasi A dan B di Yogyakarta. Akademi tidak diambil sampelnya karena pada saat penelitian ini berlangsung, akreditasi terhadap akademi belum dilakukan.

3.2 VARIABEL

Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian adalah kepuasan, sedangkan variabel independen terdiri dari: gap reliability (X1), gap responsiveness (X2), gap assurance (X3), gap emphaty (X4), gap tangibles (X5). Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner merupakan jenis pertanyaan tertutup dengan metode pengukuran skala Likert yang terdiri dari lima pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (bernilai 5), setuju (bernilai 4), netral (bernilai 3), tidak setuju (bernilai 2) dan sangat tidak setuju (bernilai).
1). Agar data yang diperoleh dengan cara penyebaran kuesioner tersebut valid dan reliabel, maka dilakukan uji validitas dengan menguji homogenitas item, dan reliabilitas terhadap butir-butir pertanyaan/kuesioner dengan menghitung Cronbrach alpha. Instrumen untuk mengukur masing-masing variabel dikatakan reliabel jika memiliki Cronbrach alpha lebih besar dari 0.50 (Nunnally, 1967). Dari hasil uji reliabilitas dan validitas menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut reliabel dan valid.
3.3 MODEL PENELITIAN
Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 432 responden mahasiswa. Prosedur pengambilan sampelnya dengan purposive sampling dan convenience sampling. Dari 432 kuesioner, terdapat 4 kuesioner yang tidak layak, sehingga tinggal 428 kuesioner yang bisa dianalisis.
Penelitian ini memiliki keterbatasan. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh peneliti sebelumnya yang telah melakukan penelitian tentang kualitas jasa, pengukuran kualitas jasa dengan menggunakan gap memiliki keterbatasan. Pengukuran antara kinerja dan harapan yang dilakukan secara bersamaan, bisa menghasilkan permasalahan defisiensi skor, artinya ketika responden diminta memberikan penilaian atas harapan dan kinerja secara bersamaan, mereka cenderung memberikan skor pada harapan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja (Cronbach dan Furby, 1970; Wall dan Payne, 1973 dalam Babacus dan Boller, 1992). Mereka kemungkinan memberikan penilaian yang kurang obyektif. Dengan demikian, hasilnya bisa menjadi tidak akurat. Meskipun hal ini dapat terjadi, dalam penelitian ini penulis menemukan beberapa responden yang menjawab item pertanyaan kinerja yang melebihi harapannya. Keterbatasan lainnya adalah untuk variabel kepuasan yang diukur secara bersamaan dengan variabel gap, juga akan menimbulkan bias, sehingga jawaban responden kemungkinan tidak akurat. Keadaan ini merupakan common method variance, yang sering kali terjadi pada penelitian survey. Penelitian ini hanya mengukur gap ke lima saja, yaitu gap antara harapan konsumen dengan persepsi konsumen atas kinerja jasa, dimana gap ke lima ini tergantung pada empat gap yang lain yaitu: gap antara harapan pelanggan dengan persepsi manajemen atas harapan pelanggan, gap antara persepsi manajemen atas harapan pelanggan dengan spesifikasi kualitas jasa, gap antara spesifikasi kualitas jasa dengan kualitas jasa yang sebenarnya diberikan dan gap antara jasa yang diberikan dengan jasa yang dikomunikasikan dengan pelanggan. Untuk penelitian mendatang dapat diteliti juga keempat gap tersebut, sehingga analisis menjadi lebih mendalam untuk dapat menentukan gap ke berapa yang memiliki andil terebesar dalam mempengaruhi terjadinya gap ke lima ini. Hal ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi bagi perguruan tinggi yang ingin mengevaluasi kualitas jasanya, sehingga semakin dapat memenuhi harapan mahasiswanya. Penelitian ini hanya dibatasi pada program studi perguruan tinggi di Yogyakarta, yang mungkin tidak dapat digeneralisir untuk program studi dari perguruan tinggi di luar Yogyakarta. Untuk penelitian mendatang penulis merekomendasikan untuk melakukan perbandingan antara kualitas jasa pendidikan tinggi di Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar dengan program studi dari perguruan tinggi di kota selain Yogyakarta.

BAB III
HASIL PENELITIAN

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penilaian kualitas jasa oleh mahasiswa sebagaI konsumen yang menikmati kualitas jasa secara langsung ternyata berbeda dengan penilaian Badan Akreditasi Nasional. Ini ditunjukkan oleh tidak adanya perbedaan kualitas jasa antara program studi yang terakreditasi A dengan B, yaitu pada tangible, responsiveness reliability dan emphaty, dimana keempatnya merupakan dasar penilaian Badan Akreditasi Nasional untuk membedakan penilaian peringkat akreditasi. Perbedaan antara penilaian mahasiswa dengan BAN dianalisis dengan menelusuri proses akreditasi. Proses akreditasi diawali dengan dilaksanakannya penilaian secara intern oleh lembaga pendidikan itu sendiri, yang formatnya disiapkan oleh BAN-PT sebagai instrumen penilaian program studi dalam bentuk borang akreditasi. Penilaian internal itu disampaikan kepada BAN-PT untuk diteliti ulang sebagai upaya penilaian validasi data/informasi yang telah disampaikan. Selanjutnya diadakan kunjungan oleh anggota BANPT, satgas wilayah, atau kelompok pakar yang ditunjuk oleh pimpinan BAN-PT untuk kemudian ditentukan hasil penilaiannya. Penilaian secara intern oleh lembaga pendidikan itu sendiri tersebut memungkinkan terjadinya kekeliruan ataupun manipulasi data, meskipun pada akhirnya BAN melakukan penelitian ulang untuk validasi data dan informasi. Hal ini bisa disebabkan karena banyaknya program studi perguruan tinggi di Indonesia yang dinilai oleh BAN, sehingga memungkinkan adanya kekurangtelitian dalam proses validasi data dan informasi.

METODOLOGI (METODE RISET)

Nama    : Yeni Fitri Yani S
Kelas     : 3EA18
NPM     : 18210619

PENGARUH KUALITAS JASA
TERHADAP KEPUASAN PADA INDUSTRI PENDIDIKAN
DI YOGYAKARTA


3.1  DATA DAN SUMBER DATA

Data diambil dari mahasiswa pada program studi perguruan tinggi yang mewakili universitas negeri, universitas swasta, sekolah tinggi dan institut yang memiliki peringkat akreditasi A dan B di Yogyakarta. Akademi tidak diambil sampelnya karena pada saat penelitian ini berlangsung, akreditasi terhadap akademi belum dilakukan.

3.2 VARIABEL

Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian adalah kepuasan, sedangkan variabel independen terdiri dari: gap reliability (X1), gap responsiveness (X2), gap assurance (X3), gap emphaty (X4), gap tangibles (X5). Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner merupakan jenis pertanyaan tertutup dengan metode pengukuran skala Likert yang terdiri dari lima pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (bernilai 5), setuju (bernilai 4), netral (bernilai 3), tidak setuju (bernilai 2) dan sangat tidak setuju (bernilai).
1). Agar data yang diperoleh dengan cara penyebaran kuesioner tersebut valid dan reliabel, maka dilakukan uji validitas dengan menguji homogenitas item, dan reliabilitas terhadap butir-butir pertanyaan/kuesioner dengan menghitung Cronbrach alpha. Instrumen untuk mengukur masing-masing variabel dikatakan reliabel jika memiliki Cronbrach alpha lebih besar dari 0.50 (Nunnally, 1967). Dari hasil uji reliabilitas dan validitas menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut reliabel dan valid.

3.3 MODEL PENELITIAN

Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 432 responden mahasiswa. Prosedur pengambilan sampelnya dengan purposive sampling dan convenience sampling. Dari 432 kuesioner, terdapat 4 kuesioner yang tidak layak, sehingga tinggal 428 kuesioner yang bisa dianalisis.
Penelitian ini memiliki keterbatasan. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh peneliti sebelumnya yang telah melakukan penelitian tentang kualitas jasa, pengukuran kualitas jasa dengan menggunakan gap memiliki keterbatasan. Pengukuran antara kinerja dan harapan yang dilakukan secara bersamaan, bisa menghasilkan permasalahan defisiensi skor, artinya ketika responden diminta memberikan penilaian atas harapan dan kinerja secara bersamaan, mereka cenderung memberikan skor pada harapan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja (Cronbach dan Furby, 1970; Wall dan Payne, 1973 dalam Babacus dan Boller, 1992). Mereka kemungkinan memberikan penilaian yang kurang obyektif. Dengan demikian, hasilnya bisa menjadi tidak akurat. Meskipun hal ini dapat terjadi, dalam penelitian ini penulis menemukan beberapa responden yang menjawab item pertanyaan kinerja yang melebihi harapannya. Keterbatasan lainnya adalah untuk variabel kepuasan yang diukur secara bersamaan dengan variabel gap, juga akan menimbulkan bias, sehingga jawaban responden kemungkinan tidak akurat. Keadaan ini merupakan common method variance, yang sering kali terjadi pada penelitian survey. Penelitian ini hanya mengukur gap ke lima saja, yaitu gap antara harapan konsumen dengan persepsi konsumen atas kinerja jasa, dimana gap ke lima ini tergantung pada empat gap yang lain yaitu: gap antara harapan pelanggan dengan persepsi manajemen atas harapan pelanggan, gap antara persepsi manajemen atas harapan pelanggan dengan spesifikasi kualitas jasa, gap antara spesifikasi kualitas jasa dengan kualitas jasa yang sebenarnya diberikan dan gap antara jasa yang diberikan dengan jasa yang dikomunikasikan dengan pelanggan. Untuk penelitian mendatang dapat diteliti juga keempat gap tersebut, sehingga analisis menjadi lebih mendalam untuk dapat menentukan gap ke berapa yang memiliki andil terebesar dalam mempengaruhi terjadinya gap ke lima ini. Hal ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi bagi perguruan tinggi yang ingin mengevaluasi kualitas jasanya, sehingga semakin dapat memenuhi harapan mahasiswanya. Penelitian ini hanya dibatasi pada program studi perguruan tinggi di Yogyakarta, yang mungkin tidak dapat digeneralisir untuk program studi dari perguruan tinggi di luar Yogyakarta. Untuk penelitian mendatang penulis merekomendasikan untuk melakukan perbandingan antara kualitas jasa pendidikan tinggi di Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar dengan program studi dari perguruan tinggi di kota selain Yogyakarta.

LANDASAN TEORI (METODE RISET)

PENGARUH KUALITAS JASA
TERHADAP KEPUASAN PADA INDUSTRI PENDIDIKAN
DI YOGYAKARTA

2.1  TEORI
2.1.1 DIMENSI KUALITAS JASA
Kualitas merupakan tingkat kesesuaian dengan persyaratan, alam hal ini persyaratan pelanggan. Total quality service merupakan konsep tentang bagaimana menanamkan kualitas pelayanan pada setiap fase penyelenggaraan jasa yang melibatkan semua personel yang ada dalam organisasi (Handriana, 1998).
2.1.2  PENGUKURAN KUALITAS JASA
Untuk menganalisis kualitas jasa dapat dilakukan dengan mengkuantifikasi dimensi kualitas dengan menggunakan skala Likert pada kuesioner yang disebarkan kepada responden. Zeithaml, dkk. (1988) mengukur kualitas jasa dengan mengetahui perbedaan/gap antara harapan dengan persepsi pelanggan. Hal ini sesuai dengan definisi kualitas pelayanan, yaitu derajat perbedaan antara harapan pelanggan dengan persepsi pelanggan terhadap kinerja jasa yang diterimanya. Berbeda dengan Parasuraman, dkk (1985), Cronin dan Taylor (1992) mengemukakan konsep SERVPERF untuk mengukur kualitas jasa, yaitu kualitas pelayanan secara langsung dipengaruhi oleh persepsi pelanggan terhadap kinerja. Konsep ini didukung juga oleh beberapa peneliti, yaitu Babakus dan Boller (1992), Teas (1994), dan sebagainya.
2.1.3 KEPUASAN
Kotler (1997) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan suka atau kecewa seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara persepsi atas kinerja produk dengan harapannya. Definisi ini mengandung pengertian bahwa kepuasan merupakan fungsi kinerja yang dipersepsikan denganharapan. Pengertian kepuasan ini didukung juga oleh Zeithaml, dkk (1993).
 2.2 PENELITIAN TERDAHULU 
1        Musa (1996) melakukan penelitian tentang Total Quality Service pada organisasi mutimedia pada TVRI dan RCTI. Variabel yang dinilai adalah cost efficiency, quality, dependability, flexibility, time based competition dan support service. Hasilnya menunjukkan bahwa TVRI maupun RCTI sama-sama berkeinginan untuk memberikan servis khusus dengan menggunakan strategi dari keenam variabel tersebut, namun dengan intensitas yang berbeda. Implementasi cost efficiency di TVRI lebih banyak dilakukan dibandingkan dengan RCTI. Kualitas yang dipersepsikan oleh pelanggan, dependability, flexibility, time based competition dan support service di RCTI lebih tinggi dibandingkan dengan di TVRI. Secara keseluruhan, ternyata sebagian besar dari keenam variabel tersebut menunjukkan bahwa RCTI sebagai organisasi privat dalam lebih baik daripada TVRI sebagai organisasi publik.
2      Handriana (1998) meneliti mengenai analisis perbedaan harapan kualitas jasa pada lembaga pendidikan tinggi di Surabaya. Penelitian ini mereplikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Shank dkk. (1995) yang berjudul: Expectation: Do we know our students expect in Quality education? Berdasarkan penelitian Shank dkk. (1995) yang membagi kualitas pelayanan menjadi tiga dimensi: respek terhadap mahasiswa, pengetahuan dosen dan lingkungan fisik universitas/perguruan tinggi, maka dalam penelitiannya, Handriana (1998) menganalisis berdasarkan gap antara kualitas jasa yang diharapkan oleh mahasiswa dan persepsi dosen ataskualitas jasa yang diharapkan oleh mahasiswa.

2.3 HIPOTESIS

       Dari uraian tersebut, peneliti mengemukakan hipotesis, bahwa terdapat hubungan positif antar GAP (selisih antara kinerja kualitasjasa yang dipersepsikan dengan kualitas jasa yang diharapkan oleh mahasiswa) kualitas jasa, dengan kepuasan mahasiswa. Secara terperinci, beberapa hipotesis yang dapat dikemukakan adalah:
H1 : Apabila gap reliability semakin tinggi, maka kepuasan mahasiswA akan meningkat
H2 : Apabila gap responsiveness semakin tinggi, maka kepuasan mahasiswa akan meningkat.
H3 : Apabila gap assurance semakin tinggi, maka kepuasan mahasiswa akan meningkat.
H4 : Apabila gap emphaty semakin tinggi, maka kepuasan mahasiswa akan meningkat.
H5 : Apabila gap tangible semakin tinggi, maka kepuasan mahasiswa akan meningkat.



MASALAH DAN TUJUAN (METODE RISET) 

 Perguruan tinggi di Indonesia sebagai salah satu organisasi jasa, saat ini mengalami suatu perubahan yang fundamental. Perubahan kurikulum, perubahan metode pengajaran, perubahan sistem paket semester menjadi sistem kredit semester, dan sebagainya berdampak antara lain pada lamanya masa studi serta kualitas lulusan yang lebih baik. Perubahan ini dilakukan untuk mengantisipasi perubahan lingkungan terutama dalam menyambut era globalisasi. Perubahan ini bukan hanya disebabkan karena pesatnya perkembangan ilmu, teknologi dan seni, melainkan juga karena perubahan ekspektasi masyarakat terhadap peranan perguruan tinggi dalam merintis hari depan bangsa dan negara.

 Tuntutan terhadap perguruan tinggi dewasa ini bukan hanya sebatas kemampuan untuk menghasilkan lulusan yang diukur secara akademik, melainkan keseluruhan program dan lembaga-lembaga perguruan tinggi harus mampu membuktikan kualitas yang tinggi yang didukung oleh akuntabilitas yang ada. Bukti prestasi, penilaian, sertifikasi kualitas, keberhasilan alumni dalam mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang ilmunya, serta hasil evaluasi juga dibutuhkan untuk memperoleh pengakuan dari masyarakat.

 Untuk memenuhi tuntutan itu, maka perguruan tinggi melalui program-program studinya perlu memperoleh kepercayaan masyarakat dengan jaminan kualitas (quallity assurance), pengendalian kualitas (quality control), perbaikan kualitas (quality improvement). Jaminan, pengendalian, dan pembinaan atau perbaikan kualitas dapat diberikan kepada perguruan tinggi atau program studi yang telah dievaluasi secara cermat melalui proses akreditasi secara nasional (Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, 1998).

Selasa, 23 Oktober 2012

LATAR BELAKNG

LATAR BELAKANG

 Seiring dengan semakin ketatnya perkembangan di dunia bisnis saat ini, maka semakin sulit bagiperusahaan untuk dapat menjaga kesetiaan para konsumennya. Salah satu hal penting yang perlu dilakukandan diperhatikan oleh setiap perusahaan adalah mempertahankan konsumen yang telah ada. Kelangsunganhidup sebuah perusahaan sangat tergantung pada kepuasan para konsumennya.Kepuasan konsumen merupakan faktor utama dalam penilaian kualitas pelayanan. Dalam hal inikonsumen menilai kinerja pelayanan dan merasakan langsung produk suatu layanan. Semakin tinggikualitas layanan yang dirasakan maka akan semakin tinggi pula tingkat kepuasan konsumen danselanjutnya semakin berdampak positif terhadap niat seseorang untuk menyikapi layanan tersebut.

TEMA

TEMA Pada era globalisasi kepuasan pelanggan saat ini sangatlah di butuhkan. Terutama saat ini sudah banyak perusahaan dagang dan jasa yang mengoperasionalkan perusahaannya. Oleh karna itu dengan banyaknya pesaing, setiap perusahaan harus bisa memberikan kepuasan kepada pelanggalam hal, harga, kualitas dan loyalitas. Agar para pelanggan bisa terpuaskan.

ANALISIS JURNAL 3

ANALISIS PENGARUH KUALITAS JASA TERHADAP KEPUASAN PADA INDUSTRI PENDIDIKAN DI YOGYAKARTA*) Munjiati Munawaroh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta LATAR BELAKANG Pada era globalisasi ini, kualitas dipandang sebagai salah satu alat untuk mencapai keunggulan kompetitif, karena kualitas merupakan salah satu faktor utama yang menentukan pemilihan produk dan jasa bagi konsumen. Tujuan dari organisasi bisnis adalah untuk menghasilkan barang dan jasa yang dapat memuaskan konsumen. Kepuasan konsumen akan tercapai apabila kualitas produk dan jasa yang diberikan sesuai de-ngan kebutuhannya. Kualitas jasa yang baik merupakan hal yang sangat penting dalam menciptakan kepuasan pelanggan, namun untuk memahami bagaimana mengevaluasi kualitas yang diterima oleh konsumen tidaklah mudah. Kurtz dan Clow (1998) menyatakan bahwa kualitas jasa lebih sukar untuk die-valuasi dibandingkan dengan kualitas barang. Kualitas jasa tidak diciptakan melalui proses produksi dalam pabrik untuk kemudian diserahkan kepada konsumen sebagaimana kualitas barang. Sebagian besar kualitas jasa diberikan selama penyerahan jasa terjadi dalam proses interaksi diantara konsumen dan terdapat kontak personil dengan penyelenggara jasa tersebut. Perguruan tinggi di Indonesia sebagai salah satu organisasi jasa, saat ini mengalami suatu perubahan yang fundamental. Perubahan kuri-kulum, perubahan metode pengajaran, perubahan sistem paket semester menjadi sistem kredit semester, dan sebagainya berdampak antara lain pada lamanya masa studi serta kualitas lulusan yang lebih baik. Perubahan ini dilakukan untuk mengantisipasi perubahan lingkungan terutama dalam menyambut era globalisasi. MASALAH DAN TUJUAN Kualitas merupakan tingkat kesesuaian dengan persyaratan, dalam hal ini persyaratan pelanggan. Total quality service merupakan kon-sep tentang bagaimana menanamkan kualitas pelayanan pada setiap fase penyelenggaraan jasa yang melibatkan semua personel yang ada dalam or-ganisasi (Handriana, 1998). Beberapa dimensi kualitas jasa diteliti oleh banyak ahli. Parasuraman dkk. (1985) pada riset eksploratori mereka meneliti kualitas jasa dan faktor-faktor yang menentukannya. Mereka menemukan 5 dimensi kualitas jasa, yaitu: 1. Reliability: kemampuan untuk memberikan jasa dengan segera dan memuaskan. 2. Responsiveness: kemampuan untuk memberikan jasa dengan tanggap. 3. Assurance: kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh para staf, bebas dari bahaya, resiko dan keragu-raguan. 4. Emphaty: kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pelanggan. 5. Tangibles: fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi. METODOLOGI Pengumpulan Data dan Pemilihan Sampel Data diambil dari mahasiswa pada program studi perguruan tinggi yang mewakili universitas negeri, universitas swasta, sekolah tinggi dan institut yang memiliki peringkat akreditasi A dan B di Yogyakarta. Akademi tidak diambil sampelnya karena pada saat penelitian ini berlang-sung, akreditasi terhadap akademi belum dilakukan. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Jumlah sam-pel yang diambil sebanyak 432 responden mahasiswa. Prosedur pengambilan sampelnya dengan purposive sampling dan convenience sampling. Dari 432 kuesioner, terdapat 4 kuesioner yang tidak layak, sehingga tinggal 428 kue-sioner yang bisa dianalisis. Pengukuran Variabel Dependen dan Independen Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian adalah kepua-san, sedangkan variabel independen terdiri dari: gap reliability (X1), gap res-ponsiveness (X2), gap assurance (X3), gap emphaty (X4), gap tangibles (X5). Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner merupakan jenis perta-nyaan tertutup dengan metode pengukuran skala Likert yang terdiri dari lima pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (bernilai 5), setuju (bernilai 4), netral (bernilai 3), tidak setuju (bernilai 2) dan sangat tidak setuju (bernilai 1). Agar data yang diperoleh dengan cara penyebaran kuesioner tersebut valid dan reliabel, maka dilakukan uji validitas dengan menguji homogeni-tas item, dan reliabilitas terhadap butir-butir pertanyaan/kuesioner dengan menghitung Cronbrach alpha. HASIL Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa kepuasan mahasiswa hanya dipengaruhi oleh variabel X3 (gap assurance), X5 (gap tangibles) dan X1 (gap reliability)., tetapi tidak dipengaruhi oleh variabel X2 (gap respon-siveness) dan X4 (gap emphaty). R Square untuk model ini adalah 43,633%. KESIMPULAN Penelitian ini diharapkan menambah wawasan pada apli-kasi pengukuran kualitas jasa yang telah dilakukan Parasuraman dkk. (1985), pada industri jasa pendidikan tinggi. Dengan mendasarkan pembagian sampel berdasar akreditasi sebagai standar mutu perguruan tinggi di Indonesia saat ini, penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai kualitas jasa perguruan tinggi pada berbagai perguruan tinggi yang mendapatkan peringkat berbeda. Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi perguruan tinggi yang ingin meningkatkan kualitas jasa agar lebih memuaskan maha-siswa khususnya dan konsumen pada umumnya, serta evaluasi perguruan tinggi dalam kaitannya dengan masalah akreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka apabila perguruan tinggi ingin meningkatkan kepuasan mahasiswa, sebaiknya lebih memenuhi harapan mahasiswa tentang kualitas jasa pada dimensi reliability, tangibles dan assu-rancesekaligus mengevaluasinya memiliki perbedaan penilaian dengan maha-siswa.

ANALISIS JURNAL 2

PENGARUH KUALITAS LAYANAN, HARGA, DAN KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN JASA TRANSPORTASI KERETA API EKSEKUTIF Kartika Sukmawati TEMA : KEPUASAN PELANGGAN LATAR BELAKANG Seiring dengan semakin ketatnya perkembangan di dunia bisnis saat ini, maka semakin sulit bagiperusahaan untuk dapat menjaga kesetiaan para konsumennya. Salah satu hal penting yang perlu dilakukandan diperhatikan oleh setiap perusahaan adalah mempertahankan konsumen yang telah ada. Kelangsunganhidup sebuah perusahaan sangat tergantung pada kepuasan para konsumennya.Kepuasan konsumen merupakan faktor utama dalam penilaian kualitas pelayanan. Dalam hal inikonsumen menilai kinerja pelayanan dan merasakan langsung produk suatu layanan. Semakin tinggikualitas layanan yang dirasakan maka akan semakin tinggi pula tingkat kepuasan konsumen danselanjutnya semakin berdampak positif terhadap niat seseorang untuk menyikapi layanan tersebut.Kereta api adalah akomoda yang banyak disukai oleh sebagian masyarakat Indonesia khususnya dipulau Jawa dan Sumatra, Jumlah penumpang pun setiap tahun meningkat dari data BPS di tahun 2010 sajajumlah penumpang kereta api di pulau Jawa dan Sumatra mencapai 203 473 000. PT KAI sebagai operatortunggal dari masa ke masa mulai berbenah diri demi menciptakan kenyamanan para penumpangnya.Dengan asumsi dapat menarik penumpang dari angkutan lain terutama angkutan udara yang tarifnya sangat tinggi.Sebagian besar penumpang KA Eksekutif adalah masyarakat kelas menengah keatas dimanamereka sangat mementingkan kualitas pelayanan. Beberapa studi mengemukakan bahwa kualitaspelayanan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan (Tjiptono,2000) dan kualitaspelayanan mempengaruhi kepuasan pelanggan dan pada akhirnya mempengaruhi loyalitas (Andersonand Sullivan (1993); Cronim and Taylor (1992); Fornell (1992); Oliver (1980) dalam Taslim Bahar2009). MASALAH DAN TUJUAN Kepuasan konsumen merupakan faktor utama dalam penilaian kualitas pelayanan. Dalam hal inikonsumen menilai kinerja pelayanan dan merasakan langsung produk suatu layanan. Semakin tinggikualitas layanan yang dirasakan maka akan semakin tinggi pula tingkat kepuasan konsumen danselanjutnya semakin berdampak positif terhadap niat seseorang untuk menyikapi layanan tersebut. METODOLOGI DATA DAN SUMBER DATA Populasi adalah jumlah keseluruhan dari objek yang diteliti (Soeratno dan Lincolin Arsyad, 1988 : 134). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh pelanggan PT. KAI pengguna Kereta Argo. Sampel merupakan bagian dari populasi keseluruhan yang dipilih secara cermat agar mewakilipopulasi itu (Donald R. Cooper dan Emory C. William., 1999). Besarnya sampel minimum untuk penelitian deskriptif adalah sebanyak 100 responden. Penarikan sampel menggunakan teknik kesesuaian (convinience) dilakukan dengan memilih unit-unit analisis yang dianggp sesuai oleh peneliti (Fraenkel dan Wallen, 1993; Soehardi Sigit., 1999).Berdasarkan pertimbangan rumus dan pendapat diatas,maka ditetapkan jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 120 responden.Responden utama dalam penelitian ini adalah pengguna Kereta Argo yang berada di stasiun Gambir. VARIABEL PENELITIAN 1. Analisis Deskriptif Analisis kualitatif merupakan analisis data yang tidak memerlukan pengujian secara sistematis danstatistik, tetapi berdasarkan pendapat dan pemikiran yang diperoleh dari hasil jawaban responden atasbeberapa pertanyaan yang diberikan dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi. 2. Uji Validitas dan Reliabilitas Validitas menunjukkan pada ketepatan dan kecermatan test dalam menjalankan pengukurannya. Suatu testdapat dikatakan mempunyai validitas apabila test tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan. Diukur yang sesuai dengan maksud / tujuan diadakan test tersebut. MODEL PENELITIAN Structural Equation Model (SEM) Hair et. al. (1998) dalam Ghozali (2008) mengajukan tahapan permodelan dan analisis persamaan stukturalmenjadi 7 (tujuh) langkah yaitu: 1. Langkah 1 Pengembangan model berdasakkan teori, pada umumnya model persamaan structural didasarkanpada hubungan kausalitas, dimana perubahan satu variable diasumsikan akan berakibat padaperubahan lainnya. Hubungan antar variable dalam model merupakan deduksi dari teori. 2. Langkah 2 dan 3 Menyusun diagram jalur dan persamaan structural. Ada dua hal yang perlu dilakukan yaitumenyusun model structural yaitu menghubungkan konstruk laten baik endogen maupun eksogendan menyusun measurement model yaitu menghubungkan konstruk laten endogen atau eksogen dengan variable indicator atau manifest. 3. Langkah 4 Memilih jenis input matrik dan estimasi model. Peneliti harus menggunakan input matrik varian/kovarian untuk menguji teori. Namun demikian jika peneliti ingin melihat pola hubungan dan tidakmelihat total penjelasan yang diperlukan dalam uji teori, maka penggunaan matrik korelasi dapat diterima. 4. Langkah 5 Memilih identifikasi model structural. Selama proses estimasi berlangsung, sering didapat hasilestimasi yang tidak logis hal ini berkaitan dengan masalah identifikasi structural. Untuk mengatasiproblem adalah menetapkan lebih banyak konstrain dalam model. 5. Langkah 6 Menilai kriteria goodness of fit. Langkah yang harus dilakukan sebelum meniali kelayakan darimodel struktursl adalah menilai apakah data yang akan diolah memenuhi asumsi model persamaanstructural. a. Chi-square, ukuran fundamental dari overall fit adalah likelihood-ratio chi-square. Nilai chi-square sangat sensitive terhadap besarnya sampel. Ada kecenderungan nilai chi-square akanselalu signifikan. Oleh karena itu jika nilai chi-square signifikan, maka dianjurkan untukmengabaikannya dan melihat ukuran goodness fit lainnya. b. CMIN/DF, menurut Wheaton et. Al (1977) dalam Ghozali (2008) nilai ratio 5 atau kurangdari 5 merupakan ukuran yang reasonable. c. TLI, Tucker Lewis Index pertama kali digunakan untuk mengevaluasi analisis factor, namun sekarang dikembangkan untuk SEM. Nilai TLI berkisar dari 0 sampai 1.0 tetapi umumnyadirekomendasikan >0.90. d. NFI, Normed Fit Index merupakan ukuran perbandingan antara proposed model dan null model. Nilai NFI akan bervariasi dari 0 sampai 1.0 tetapi umumnya direkomendasikan >0.90. e. PNFI, Parsimonious Normal Fit Index merupakan modifikasi dari NFI. PNFI memasukkanjumlah degree of freedom yang digunakan untuk mencapai nilai fit. Semakin tinggi nilai PNFIsemakin baik. HASIL Menurut Dwi Priyatno (2008) uji validitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan ataukecermatan suatu instrumen dalam mengukur apa yang ingin diukur. Perhitungan validitas adalahperhitungan dengan cara membandingkan antara korelasi hitung atau r hitung dengan korelasi ProductMoment atau r tabel, dengan taraf signifikan 0.05.R tabel pada α = 5% (0,05) dengan n=15 maka r tabel (0,05;15) yaitu 0,514. Pengambilan keputusan : a. Jika r hitung positif dan rhitung > r tabel maka butir tersebut VALID. b. Jika r hitung negatif atau rhitung < r tabel maka butir tersebut TIDAK VALID. c. r hitung dapat dilihat pada kolom Corrected Item-Total Correlation. KESIMPULAN Kepuasan pelanggan merupakan suatu tingkatan dimana kebutuhan, keinginan dan harapan daripelenggan dapat terpenuhi yang akan mengakibatkan terjadinya pembelian ulang atau kesetiaan yangberlanjut (Band, 1991). Faktor yang paling penting untuk menciptakan kepuasan konsumen adalah kinerjadari agen yang biasanya diartikan dengan kualitas dari agen tersebut (Mowen, 1995). Produk jasaberkualitas mempunyai peranan penting untuk membentuk kepuasan pelanggan (Kotler dan Armstrong,1996) dalam Musanto (2004). Semakin berkualitas produk dan jasa yang diberikan, maka kepuasan yangdirasakan oleh pelanggan semakin tinggi.

ANALISIS JURNAL 1

PENGARUH KUALITAS LAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DALAM MEMBENTUK LOYALITAS PELANGGAN DWI ARYANI dan FEBRINA ROSINTA TEMA : KEPUASAN PELANGGAN LATAR BELAKANG Saat ini, iklim kompetisi dalam dunia perdagangan semakin terasa. Di sisi lain perubahan lingkungan yang demikian pesat semakin mendukung kompetisi yang sedang terjadi saat ini. Menurut Dick dan Basu (1994), salah satu tujuan utama aktivitas pemasaran seringkali dilihat dari pencapaian loyalitas pelanggan melalui strategi pemasaran (Siregar, 2004). Loyalitas pelanggan merupakan bagian terpenting pada peng-ulangan pembelian pada pelanggan (Caruana, 2002). Menurut Reichheld dan Sasser (1990), loyalitas pelanggan memiliki korelasi yang positif dengan per-forma bisnis (Beerli dkk., 2004). Menurut Castro dan Armario (1999), loyalitas pelang-gan tidak hanya meningkatkan nilai dalam bisnis, tetapi juga dapat menarik pelanggan baru (Beerli dkk., 2004). Pada jangka pendek, memperbaiki loyalitas pelanggan akan membawa profit pada penjualan. Profit merupakan motif utama konsistensi bisnis, karena dengan ke-untungan maka roda perputaran bisnis dari variasi produk dan jasa yang ditawarkan maupun perluasan pasar yang dilayani (Soeling, 2007). Dalam jangka panjang, memperbaiki loyalitas umumnya akan lebih profitabel, yakni pelanggan bersedia membayar harga lebih tinggi, penyediaan layanan yang lebih murah dan bersedia merekomendasikan ke pelanggan yang baru (“Managing Customer”, 1995). Kepuasan pelanggan merupakan kunci dalam men-ciptakan loyalitas pelanggan. Banyak manfaat yang diterima oleh perusahaan dengan tercapainya tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi, yakni selain dapat meningkatkan loyalitas pelanggan tapi juga dapat mencegah terjadinya perputaran pelanggan, mengurangi sensitivitas pelanggan terhadap harga, mengurangi biaya kegagalan pemasaran, mengurangi biaya operasi yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah pelanggan, meningkatkan efektivitas iklan, dan meningkatkan re-putasi bisnis (Fornell, 1992). Keputusan perusahaan melakukan tindakan perbaikan pelayanan yang sistematis merupakan payung yang me-nentukan dalam menindaklanjuti komplain konsumen dari suatu kegagalan sehingga pada akhirnya mampu mengikat loyalitasi konsumen (Elu, 2005). Kepuasan pelanggan menjadi parameter penting sehingga bisnis dapat terus berkelanjutan. Sebuah riset tahun 2004 yang dilakukan oleh J.D. Power, perusahaan spesialis pengukur kepuasan pelanggan dalam industri otomotif, membuktikan bahwa perusahaan yang berhasil me-ningkatkan kepuasan pelanggan dalam jangka waktu lima tahun (1999-2004) mengalami kenaikan nilai bagi pemegang sahamnya sebesar +52%. Sebaliknya, perusahaan yang mengalami penurunan nilai kepuasan pelanggan, pemegang sahamnya juga mengalami pe-nurunan nilai sebesar -28%. Riset Claes Fornell juga membuktikan, di masa krisis 2008, saham perusahaan dengan Indeks Kepuasan Pelanggan Amerika (American Customer Satisfaction Index/ACSI) yang baik, hanya menurun -33%, sedangkan perusahaan dengan indeks yang buruk menurun -55%. Jadi, kepuasan konsumen bukan saja berharga di masa ekonomi baik, tetapi juga di saat ekonomi buruk (Lestari, 2009). MASALAH DAN TUJUAN Semakin tingginya tingkat persaingan, akan me-nyebabkan pelanggan menghadapi lebih banyak al-ternatif produk, harga dan kualitas yang bervariasi, sehingga pelanggan akan selalu mencari nilai yang dianggap paling tinggi dari beberapa produk (Kotler, 2005). Kualitas yang rendah akan menimbulkan ketidakpuasan pada pelanggan, tidak hanya pelanggan yang makan di restoran tersebut tapi juga berdampak pada orang lain. Karena pelanggan yang kecewa akan bercerita paling sedikit kepada 15 orang lainnya. Dampaknya, calon pelanggan akan menjatuhkan pilihannya kepada pesaing (Lupiyoadi dan Hamdani, 2006). Upaya perbaikan sistem kualitas pelayanan, akan jauh lebih efektif bagi keberlangsungan bisnis. Menurut hasil riset Wharton Business School, upaya perbaikan ini akan menjadikan konsumen makin loyal kepada perusahaan (Lupiyoadi dan Hamdani, 2006). Konsep dari kualitas layanan, kepuasan dan loyalitas saling berhubungan satu dengan yang lain. Secara teoritis, dalam prosesnya dapat memberikan acuan pada penelitian ini, dimana kualitas layanan mempengaruhi loyalitas baik secara langsung maupun mempengaruhi loyalitas secara tidak langsung melalui kepuasan pelanggan. Pertumbuhan industri restoran cepat saji di Indonesia menunjukkan perkembangan yang relatif pesat, kesimpulan ini setidaknya bisa terlihat dari data Roy Morgan Single Source, sebuah survei sindikasi terhadap lebih dari 25 ribu responden berusia 14 tahun ke atas. Hasil survei tersebut menunjukkan, selama kuartal I/2009 sebanyak 54% masyarakat Jakarta membeli makanan cepat saji. Angka ini melonjak dibandingkan dua tahun lalu yakni hanya 48% penduduk Jakarta yang mengaku pernah membeli makanan cepat saji. Masih menurut sumber yang sama, sebanyak 53% masyarakat Ibu Kota membeli makanan cepat saji dalam 6 bulan terakhir dan sebanyak 46% membeli dalam sebulan terakhir (Purnadi, 2009).Melihat indikasi ini, menunjukkan adanya pe-luang besar bagi pertumbuhan bisnis restoran cepat saji. Iklim kompetisi dalam industri restoran cepat saji pun semakin terasa dengan bermunculannya ber-bagai restoran cepat saji. Meningkatnya persaingan telah mengarahkan bisnis restoran cepat saji men-diferensiasikan diri mereka terhadap pesaing. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kuanti-tatif. Berdasarkan teknik pengumpulan data dan informasi, dalam penelitian ini menggunakan dua macam data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer di-peroleh melalui survei (Singarimbun dan Effendi, 1991). Alasan memilih teknik survei adalah keterbatasan waktu dan biaya, dan karakteristik responden sesuai dengan permasalahan penelitian (Malhotra, 2004).Pada penelitian ini, yang menjadi target populasi adalah mahasiswa sarjana reguler dan diploma FISIP UI yang telah makan di KFC minimal 3 kali pada tahun 2009. Mahasiswa sarjana reguler dan diploma dipilih supaya memenuhi salah satu alasan kenapa memakai sampel mahasiswa yakni terbatasnya pendapatan. Ke-seluruhan populasi tidak mungkin dapat diteliti karena keterbatasan biaya, tenaga, dan waktu. Oleh karena itu, pengambilan sampel dapat mewakili sebuah populasi (Cooper dan Schindler, 2003). Pada penelitian ini, besarnya sampel disesuaikan dengan model analisis yang digunakan yaitu structural equation modelling (SEM). Berkaitan dengan hal tersebut, ukuan sampel untuk SEM yang menggunakan model estimasi maximum likelihood estimation (MLE) adalah 100-200 sampel (Ghozali, 2008). Merujuk pada pendapat Hair dkk. (2006), ukuran sampel dalam penelitian harus memiliki jumlah sampel minimum lima kali jumlah pertanyaan yang dianalisis. Pada kuesioner penelitian ini terdapat 25 pertanyaan, dengan demikian minimum jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 125 responden. Pada penelitian ini jumlah responden yang diambil sebanyak 130 responden sehingga dalam penelitian ini sudah dianggap mencukupiAdapun penarikan sampel dilakukan dengan metode non probability sampling, yakni mahasiswa FISIP UI yang memenuhi kriteria populasi dan memiliki peluang/kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Malhotra, 2004). Sesuai dengan karakteristik sampel tertentu yang dibutuhkan maka teknik pengambilan sampel nonprobabilitas yang dipilih adalah teknik purposive. Teknik purposive terjadi ketika peneliti me-milih sampel didasarkan pada beberapa kriteria (Cooper dan Schindler, 2006). Kriteria sampel, karena peneliti ingin melihat variabel loyalitas, maka responden harus pernah melakukan pembelian ulang. Jadi, kriteria sampel adalah: mahasiswa sarjana reguler dan diploma FISIP UI yang pernah makan di Kentucky Fried Chicken pada tahun 2009 minimal sebanyak tiga kali. Dalam model analisis ini, terdapat independent variable, dependent variable serta variabel perantara (moderating variable). Independent variable adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikatnya, dependent variable merupakan variabel yang dapat diukur, diprediksi, atau dengan kata lain dapat di-monitor dan diharapkan dipengaruhi oleh variabel bebas (Cooper dan Schindler, 2006). Sedangkan variabel perantara adalah variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan variabel yang sedang diteliti. DATA DAN SUMBER DATA Pada penelitian ini, besarnya sampel disesuaikan dengan model analisis yang digunakan yaitu structural equation modelling (SEM). Berkaitan dengan hal tersebut, ukuan sampel untuk SEM yang menggunakan model estimasi maximum likelihood estimation (MLE) adalah 100-200 sampel (Ghozali, 2008). Merujuk pada pendapat Hair dkk. (2006), ukuran sampel dalam penelitian harus memiliki jumlah sampel minimum lima kali jumlah pertanyaan yang dianalisis. VARIABEL PENELITIAN Pada kuesioner penelitian ini terdapat 25 pertanyaan, dengan demikian minimum jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 125 responden. Pada penelitian ini jumlah responden yang diambil sebanyak 130 responden sehingga dalam penelitian ini sudah dianggap mencukupiAdapun penarikan sampel dilakukan dengan metode non probability sampling, yakni mahasiswa FISIP UI yang memenuhi kriteria populasi dan memiliki peluang/kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Malhotra, 2004). Sesuai dengan karakteristik sampel tertentu yang dibutuhkan maka teknik pengambilan sampel nonprobabilitas yang dipilih adalah teknik purposive. Teknik purposive terjadi ketika peneliti me-milih sampel didasarkan pada beberapa kriteria (Cooper dan Schindler, 2006). Kriteria sampel, karena peneliti ingin melihat variabel loyalitas, maka responden harus pernah melakukan pembelian ulang. MODEL PENELITIAN Model yang dilakukan dalam penelitian ini meng-gunakan metode estimasi Maximum Likelihood (ML). Metode ini merupakan metode estimasi yang sering digunakan untuk analisis data dengan menggunakan metode structural equation modelling (SEM) yang dinilai lebih efisien dan unbiased jika asumsi normalitas multivariat terpenuhi. Untuk selanjutnya akan diuji apa-kah model fit dengan data serta mengetahui hubungan yang ada antar konstruk. Tapi sebelumnya akan di-susun terlebih dahulu diagram jalur dan persamaan strukturalnya HASIL Pertama, Terdapat pengaruh antara kualitas la-yanan KFC terhadap kepuasan pelanggan pada ma-hasiswa FISIP UI. Hipotesis pertama (H1) berbunyi: ”Terdapat pengaruh antara kualitas layanan KFC terhadap kepuasan pelanggan pada mahasiswa FISIP UI”. Kedua, terdapat pengaruh antara kualitas layanan terhadap loyalitas pelanggan pada mahasiswa FISIP UI. Hipotesis kedua (H2) berbunyi: ”Terdapat peng-aruh antara kualitas layanan terhadap loyalitas pelang-gan pada mahasiswa FISIP UI”. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelima dimensi pembentuk kualitas layanan terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas layanan. Dimensi terkuat dalam menjelaskan kualitas layanan berturut-turut adalah reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangibility. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang kuat dan positif antara variabel kualitas layanan KFC terhadap kepuasan pelanggan pada mahasiswa FISIP UI.

Senin, 22 Oktober 2012

Segmentasi Pasar

Manajemen Pemasaran. Definisi Segmentasi Pasar Swastha & Handoko (1997) mengartikan segmentasi pasar sebagai kegiatan membagi–bagi pasar/market yang bersifat heterogen kedalam satuan–satuan pasar yang bersifat homogen. Sedangkan definisi yang diberikan oleh Pride & Ferrel (1995) mengatakan bahwa segmentasi pasar adalah suatu proses membagi pasar ke dalam segmen-segmen pelanggan potensial dengan kesamaan karakteristik yang menunjukkan adanya kesamaan perilaku pembeli. Di lain pihak Pride & Ferrel (1995) mendefinisikan segmentasi pasar sebagai suatu proses pembagian pasar keseluruhan menjadi kelompok–kelompok pasar yang terdiri dari orang–orang yang secara relatif memiliki kebutuhan produk yang serupa. Ada lagi pendapat Swastha & Handoko (1987) yang merumuskan segmentasi pasar adalah suatu tindakan membagi pasar menjadi segmen–segmen pasar tertentu yang dijadikan sasaran penjualan yang akan dicapai dengan marketing mix. Menurut Kotler, Bowen dan Makens (2002, p.254) pasar terdiri dari pembeli dan pembeli berbeda-beda dalam berbagai hal yang bisa membeli dalam keinginan, sumber daya, lokasi, sikap membeli, dan kebiasaan membeli. Karena masing-masing memiliki kebutuhan dan keinginan yang unik, masing-masing pembeli merupakan pasar potensial tersendiri. Oleh sebab itu penjual idealnya mendisain program pemasarannya tersendiri bagi masing-masing pembeli. Segmentasi yang lengkap membutuhkan biaya yang tinggi, dan kebanyakan pelanggan tidak dapat membeli produk yang benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk itu, perusahaan mencari kelas-kelas pembeli yang lebih besar dengan kebutuhan produk atau tanggapan membeli yang berbeda-beda. Segmen pasar terdiri dari kelompok pelanggan yang memiliki seperangkat keinginan yang sama (Kotler, 2005, p.307. Manfaat dan Kelemahan Segmentasi Banyaknya perusahaan yang melakukan segmentasi pasar atas dasar pengelompokkan variabel tertentu. Dengan menggolongkan atau mensegmentasikan pasar seperti itu, dapat dikatakan bahwa secara umum perusahaan mempunyai motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan tingkat penjualan dan yang lebih penting lagi agar operasi perusahaan dalam jangka panjang dapat berkelanjutan dan kompetitif (Porter, 1991). Manfaat yang lain dengan dilakukannya segmentasi pasar, antara lain: 1. Perusahaan akan dapat mendeteksi secara dini dan tepat mengenai kecenderungan-kecenderungan dalam pasar yang senantiasa berubah. 2. Dapat mendesign produk yang benar-benar sesuai dengan permintaan pasar. 3. Dapat menentukan kampanye dan periklanan yang paling efektif. 4. Dapat mengarahkan dana promosi yang tersedia melalui media yang tepat bagi segmen yang diperkirakan akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar. 5. Dapat digunakan untuk mengukur usaha promosi sesuai dengan masa atau periode-periode dimana reaksi pasar cukup besar. Gitosudarmo (2000) menambahkan manfaat segmentasi pasar ini, sebagai berikut: 1. Dapat membedakan antara segmen yang satu dengan segmen lainnya. 2. Dapat digunakan untuk mengetahui sifat masing-masing segmen. 3. Dapat digunakan untuk mencari segmen mana yang potensinya paling besar. 4. Dapat digunakan untuk memilih segmen mana yang akan dijadikan pasar sasaran. Sekalipun tindakan segmentasi memiliki sederetan keuntungan dan manfaat, namun juga mengandung sejumlah resiko yang sekaligus merupakan kelemahan-kelemahan dari tindakan segmentasi itu sendiri, antara lain: 1. Biaya produksi akan lebih tinggi, karena jangka waktu proses produksi lebih pendek. 2. Biaya penelitian/ riset pasar akan bertambah searah dengan banyaknya ragam dan macam segmen pasar yang ditetapkan. 3. Biaya promosi akan menjadi lebih tinggi, ketika sejumlah media tidak menyediakan diskon. 4. Kemungkinan akan menghadapi pesaing yang membidik segmen serupa. Bahkan mungkin akan terjadi persaingan yang tidak sehat, misalnya kanibalisme sesama produsen untuk produk dan segmen yang sama. Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Melakukan Segmentasi Pengusaha yang melakukan segmentasi pasar akan berusaha mengelompokkan konsumen kedalam beberapa segmen yang secara relatif memiliki sifat-sifat homogen dan kemudian memperlakukan masing-masing segmen dengan cara atau pelayanan yang berbeda. Seberapa jauh pengelompokkan itu harus dilakukan, nampaknya banyak faktor yang terlebih dahulu perlu dicermati. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut: 1. Variabel-Variabel Segmentasi Sebagaimana diketahui bahwa konsumen memiliki berbagai dimensi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan segmentasi pasar. Penggunaan dasar segmentasi yang tepat dan berdaya guna akan lebih dapat menjamin keberhasilan suatu rencana strategis pemasaran. Salah satu dimensi yang dipandang memiliki peranan utama dalam menentukan segmentasi pasar adalah variabel-variabel yang terkandung dalam segmentasi itu sendiri, dan oleh sebab ituperlu dipelajari. Dalam hubungan ini Kotler (1995) mengklasifikasikan jenis-jenis variabel segmentasi sebagai berikut: 1.Segmentasi Geografi Segmentasi ini membagi pasar menjadi unit-unit geografi yang berbeda, seperti negara, propinsi, kabupaten, kota, wilayah, daerah atau kawasan. Jadi dengan segmentasi ini, pemasar memperoleh kepastian kemana atau dimana produk ini harus dipasarkan. 2. Segmentasi Demografi Segmentasi ini memberikan gambaran bagi pemasar kepada siapa produk ini harus ditawarkan. Jawaban atas pertanyaan kepada siapa dapat berkonotasi pada umur, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga, siklus kehidupan keluarga seperti anak-anak, remaja, dewasa, kawin/ belum kawin, keluarga muda dengan satu anak, keluarga dengan dua anak, keluarga yang anak-anaknya sudah bekerja dan seterusnya. Dapat pula berkonotasi pada tingkat penghasilan, pendidikan, jenis pekerjaan, pengalaman, agama dan keturunan misalnya: Jawa, Madura, Bali, Manado, Cina dan sebagainya. 3. Segmentasi Psikografi Pada segmentasi ini pembeli dibagi menjadi kelompok-kelompok berdasarkan: a. Status sosial, misalnya: pemimpin masyarakat, pendidik, golongan elite, golongan menengah, golongan rendah. b. Gaya hidup misalnya: modern, tradisional, kuno, boros, hemat, mewah dan sebagainya. c. Kepribadian, misalnya: penggemar, pecandu atau pemerhati suatu produk. 4. Segmentasi Tingkah Laku Segmentasi tingkah laku mengelompokkan pembeli berdasarkan pada pengetahuan, sikap, penggunaan atau reaksi mereka terhadap suatu produk. Banyak pemasar yakin bahwa variabel tingkah laku merupakan awal paling baik untuk membentuk segmen pasar. Segmentasi perilaku dapat diukur menggunakan indikator sebagai berikut (Armstrong, 1997): 1. Manfaat yang dicari Salah satu bentuk segmentasi yang ampuh adalah mengelompokkan pembeli menurut manfaat berbeda yang mereka cari dari produk. Segmentasi manfaat menuntut ditemukannya manfaat utama yang dicari orang dalam kelas produk, jenis orang yang mencari setiap manfaat dan merek utama yang mempunyai setiap manfaat. Perusahaan dapat menggunakan segmentasi manfaat untuk memperjelas segmen manfaat yang mereka inginkan, karakteristiknya serta merek utama yang bersaing. Mereka juga dapat mencari manfaat baru dan meluncurkan merek yang memberikan manfaat tersebut. 2. Status Pengguna Pasar dapat disegmentasikan menjadi kelompok bukan pengguna, mantan pengguna, pengguna potensial, pengguna pertama kali dan pengguna regular dari suatu produk. Pengguna potensial dan pengguna regular mungkin memerlukan imbauan pemasaran yang berbeda. 3. Tingkat Pemakaian Pasar dapat juga disegmentasikan menjadi kelompok pengguna ringan, menengah dan berat. Jumlah pengguna berat sering kali hanya persentase kecil dari seluruh pasar, tetapi menghasilkan persentase yang tinggi dari total pembelian. Pengguna produk dibagi menjadi dua bagian sama banyak, sebagian pengguna ringan dan sebagian lagi pengguna berat menurut tingkat pembelian dari produk spesifik. 4. Status Loyalitas Sebuah pasar dapat juga disegmentasikan berdasarkan loyalitas konsumen. Konsumen dapat loyal terhadap merek, toko dan perusahaan. Pembeli dapat dibagi menjadi beberapa kelompok menurut tingkat loyalitas mereka. Beberapa konsumen benar-benar loyal, mereka selalu membeli satu macam merek. Kelompok lain agak loyal,mereka loyal pada dua merek atau lebih dari satu produk atau menyukai satu merek tetapi kadang-kadang membeli merek lain. Pembeli lain tidak menunjukkan loyalitas pada merek apapun. Mereka mungkin ingin sesuatu yang baru setiap kali atau mereka membeli apapun yang diobral. http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/07/segmentasi-pasar-definisi-manfaat-dan.html

PERILAKU KONSUMEN TEHADAP KEMAJUAN TEKNOLOGI

PERILAKU KONSUMEN TEHADAP KEMAJUAN TEKNOLOGI PENDAHULUAN Kemajuan TI (teknologi informasi) sekarang ini telah merubah perilaku konsumen.TI yg perkembangannya sangat pesat membuat perubahan yang sangat signifikan terhadap perilaku konsumen. Akibat perkembangan itu perilaku konsumen telah merubah ke arah modernisasi.Mulai dari perkembangan televisi,ponsel,internet dll. Perkembangan-perkembangan tersebut secara otomatis mempengaruhi perilaku ,kebiasaan,kegiatan masyarakat yang notabenya adalah konsumen. Sebagai contohnya adalah kemajuan internet. internet adalah kemajuan IT yang sangat mempengaruhi perilaku konsumen.Dengan menggunakan internet konsumen bisa mendapatkan informasi apapun yang di butuhkan semua itu dapat dicari dengan menggunakan internet. Mulai dari informasi yang sifatnya formal sampai yang informal. tulisan di atas menggambarkan minatnya terhadap teknologi informasi terutama internet. Di jaman modern seperti ini perkembangan teknologi sangat canggih. tak heran lagi, para konsumen pun berbondong-bondong untuk menggunakan teknologi tersebut. ISI Ada banyak arti dan makna dari informasi itu sendiri. Oleh karena itu perlu didefinisikan pengertian informasi agar dapat dijadikan sebagai acuan dalam memahami informasi. Dalam bukunya Jeffrey A Hoffer informasi dijelaskan sebagai , ”Information as data that has been processed in such a way that it can increase the knowledge of the person who uses it).). Informasi adalah data yang diproses sedemikian rupa sehingga informasi ini dapat menambah ilmu pengetahuan bagi orang yang menggunakan informasi tersebut. Untuk menjadi informasi harus melalui proses pengolahan dari sejumlah data yang ada. Menurut Raymond Coleman dan M.J. Riley, ”The criterion of an effective management information system is that it provides accurate, timely, and meaningful data for management planning, analysis, and control to optimize the growth of the organization.”(kriteria bagi suatu system pengelolaan informasi yang efektif adalah sistem tersebut dapat memberikan data dan informasi yang cermat, tepat waktu, dan yang penting artinya bagi perencanaan, analisis, dan pengendalian manajemen untuk optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan suatu organisasi) Secara umum dapat dikatakan bahwa informasi adalah suatu data, keterangan, pengetahuan, berita yang bermakna dan berguna baik bagi penyedia informasi maupun bagi pengguna informasi. Teknologi Informasi telah merambah ke seluruh kalangan masyarakat, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa semua dapat dengan mudah untuk dapat mencari informasi melalui internet, mulai dari informasi tentang pendidikan sampai informasi yang hanya untuk sekedar hiburan semata, dan semua itu bisa diakses dengan internet, maka tidak heran lagi banyakn sekali orang-orang yang banyak menghabiskan waktunya di depan komputer hanya untuk mengakses internet. Dampak negatif dari adannya teknologi, terutama internet, yaitu terjadinya kejahatan dunia maya (cybercrime), yang sering sekali terjadi seperti pembajakan-pembajakan sofware, penipuan-penipuan yang menggunakan sarana internet. Dampak dari kemajuan teknologi yang tidak sehat akan sangat berbahaya, jika kita tidak hati-hati dalam menyerap informasi-informasi apa saja yang penting dan bermanfaat untuk kita. PENUTUP Dengan adanya kemajuan teknologi mau tidak mau akan menimbulkan dampak yang positif maupun negatif, oleh karena itu kita harus lebih selektif lagi dalam mencari informasi, agar kita tidak mudah terpengaruh dengan adanya hal-hal negatif yang ada di sekitar kita. blog.unila.ac.id/…/pengaruh-it-terhadap-perilaku-konsumen/ – Tembolok – Mirip

prilaku konsumen

Perilaku Konsumen Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1990), perilaku konsumen diartikan “…. Those actions directly involved in obtaining, consuming, and disposing of products and services, including the decision processes that precede and follow this action” (p.3). Perilaku konsumen merupakan tindakan–tindakan yang terlibat secara langsung dalam memperoleh, mengkonsumsi, dan membuang suatu produkatau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan – tindakan tersebut. Menurut Mowen (1995), “ Consumer behavior is defined as the study of the buying units and the exchange processes involved in acquiring, consume, disposing of goods, services, experiences, and ideas” (p.5). Perilaku konsumen adalah aktivitas seseorang saat mendapatkan, mengkonsumsi, dan membuang barang atau jasa (Blackwell, Miniard, & Engel, 2001). Sedangkan The American Marketing Association mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis dari pengaruh dan kesadaran, perilaku, dan lingkungan dimana manusia melakukan pertukaran aspek hidupnya. Dalam kata lain perilaku konsumen mengikutkan pikiran dan perasaan yang dialami manusia dan aksi yang dilakukan saat proses konsumsi (Peter & Olson, 2005). Perilaku konsumen menitikberatkan pada aktivitas yang berhubungan dengan konsumsi dari individu. Perilaku konsumen berhubungan dengan alasan dan tekanan yang mempengaruhi pemilihan, pembelian, penggunaan, dan pembuangan barang dan jasa yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan pribadi (Hanna & Wozniak, 2001). http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/08/perilaku-konsumen-definisi-dan-tipe.html

Kamis, 19 April 2012

STRUKTUR DAN ANATOMI KEORGANISASIAN

STRUKTUR DAN ANATOMI ORGANISASI


Elemen struktur organisasi

Ada enam elemen kunci yang perlu diperhatikan oleh para
manajer ketika hendak mendesain struktur, antara lain:
1. Spesialisasi pekerjaan. Sejauh mana tugas-tugas dalam
organisasi dibagi-bagi ke dalam beberapa pekerjaan tersendiri.
2. Departementalisasi. Dasar yang dipakai untuk mengelompokkan
pekerjaan secara bersama-sama. Departementalisasi dapat
berupa proses, produk, geografi, dan pelanggan.
3. Rantai komando. Garis wewenang yang tanpa putus yang
membentang dari puncak organisasi ke eselon paling bawah dan
menjelaskan siapa bertanggung jawab kepada siapa.
4. Rentang kendali. Jumlah bawahan yang dapat diarahkan oleh
seorang manajer secara efisien dan efektif.
5. Sentralisasi dan Desentralisasi. Sentralisasi mengacu pada
sejauh mana tingkat pengambilan keputusan terkonsentrasi pada
satu titik di dalam organisasi. Desentralisasi adalah lawan dari
sentralisasi.
6. Formalisasi. Sejauh mana pekerjaan-pekerjaan di dalam
organisasi dibakukan.

Desain Organisasi
Desain organisasi yang umum adalah :
1. Struktur sederhana
Struktur sederhana adalah sebuah struktur yang dicirikan
dengan kadar departementalisasi yang rendah, rentang kendali
yang luas, wewenang yang terpusat pada seseorang saja, dan
sedikit formalisasi. Struktur sederhana paling banyak dipraktikkan
dalam usaha-usaha kecil di mana manajer dan pemilik adalah
orang yang satu dan sama.
Kekuatan dari struktur ini adalah kesederhanaannya yang
tercermin dalam kecepatan, kefleksibelan, ketidakmahalan dalam
pengelolaan, dan kejelasan akuntabilitas.
Satu kelemahan utamanya adalah struktur ini sulit untuk
dijalankan di mana pun selain di organisasi kecil karena struktur
sederhana menjadi tidak memadai tatkala sebuah organisasi
berkembang karena formalisasinya yang rendah dan
sentralisasinya yang tinggi cenderung menciptakan kelebihan
beban (overload) di puncak.
2. Birokrasi
Birokrasi adalah sebuah struktur dengan tugas-tugas operasi
yang sangat rutin yang dicapai melalui spesialisasi, aturan dan
ketentuan yang sangat formal, tugas-tugas yang dikelompokkan
ke dalam berbagai departemen fungsional, wewenang terpusat,
rentang kendali yang sempit, dan pengambilan keputusan yang
mengikuti rantai komando.
Kekuatan utama birokrasi ada kemampuannya menjalankan
kegiatan-kegiatan yang terstandar secara sangat efisien,
sedangkan kelemahannya adalah dengan spesialisasi yang
diciptakan bisa menimbulkan konflik-konflik subunit, karena tujuantujuan
unit fungsional dapat mengalahkan tujuan keseluruhan
organisasi. Kelemahan besar lainnnya adalah ketika ada kasus
yang tidak sesuai sedikit saja dengan aturan, tidak ada ruang
untuk modifikasi karena birokrasi hanya efisien sepanjang
karyawan menghadapi masalah yang sebelumnya telah mereka
hadapi dan sudah ada aturan keputusan terprogram yang mapan.
3. Struktur matriks
Struktur matriks adalah sebuah struktur yang menciptakan
garis wewenang ganda dan menggabungkan departementalisasi
fungsional dan produk. Struktur matriks dapat ditemukan di agenagen
periklanan, perusahaan pesawat terbang, laboratorium
penelitian dan pengembangan, perusahaan konstruksi, rumah
sakit, lembaga-lembaga pemerintah, universitas, perusahaan
konsultan manajemen, dan perusahaan hiburan.
Kelemahan terbesarnya adalah sulitnya mengoordinasi tugas
para spesialis fungsional yang beragam agar kegiatan mereka
rampung tepat waktu dan sesuai anggaran. Karakteristik struktural
paling nyata dari matriks adalah bahwa ia mematahkan konsep
kesatuan komando sehingga karyawan dalam struktur matriks
memiliki dua atasan -manajer departemen fungsional dan manajer
produk. Karena itulah matriks memiliki rantai komando ganda.

Desain Struktur Organisasi Modern
1. Struktur tim
Struktur tim adalah pemanfaatan tim sebagai perangkat sentral
untuk mengoordinasikan kegiatan-kegiatan kerja. Karakteristik
utama struktur tim adalah bahwa struktur ini meniadakan kendalakendala
departemental dan mendesentralisasi pengambilan
keputusan ke tingkat tim kerja. Struktur tim juga mendorong
karyawan untuk menjadi generalis sekaligus spesialis
2. Organisasi virtual
Organisasi virtual adalah organisasi inti kecil yang
menyubkontrakkan fungsi-fungsi utama bisnis.
3. Organisasi Nirbatas
Organisasi nirbatas adalah sebuah organisasi yang berusaha
menghapuskan rantai komando, memiliki rentang kendali tak
terbatas, dan mengganti departemen dengan tim yang
diberdayakan.

Model desain struktur organisasi
Ada dua model ekstrem dari desain organisasi.
1. Model mekanistis, yaitu sebuah struktur yang dicirikan oleh
departementalisasi yang luas, formalisasi yang tinggi, jaringan
informasi yang terbatas, dan sentralisasi.
2. Model organik, yaitu sebuah struktur yang rata, menggunakan tim
lintas hierarki dan lintas fungsi, memiliki formalisasi yang rendah,
memiliki jaringan informasi yang komprehensif, dan
mengandalkan pengambilan
3. Keputusan secara partisipatif.

Faktor penentu struktur organisasi
Berikut adalah faktor-faktor utama yang diidentifikasi menjadi
penyebab atau penentu struktur suatu organisasi :
1. Strategi
Struktur organisasi adalah salah satu sarana yang digunakan
manajemen untuk mencapai sasarannya. Karena sasaran
diturunkan dari strategi organisasi secara keseluruhan, logis kalau
strategi dan struktur harus terkait erat tepatnya, struktur harus
mengikuti strategi. Jika manajemen melakukan perubahan
signifikan dalam strategi organisasinya, struktur pun perlu
dimodifikasi untuk menampung dan mendukung perubahan ini.
Sebagian besar kerangka strategi dewasa ini terfokus pada tiga
dimensi -inovasi, minimalisasi biaya, dan imitasi- dan pada desain
struktur yang berfungsi dengan baik untuk masing-masing
dimensi.
Strategi inovasi adalah strategi yang menekankan
diperkenalkannya produk dan jasa baru yang menjadi andalan.
Strategi minimalisasi biaya adalah strategi yang menekankan
pengendalian biaya secara ketat, menghindari pengeluaran untuk
inovasi dan pemasaran yang tidak perlu, dan pemotongan harga.
Strategi imitasi adalah strategi yang mencoba masuk ke produkproduk
atau pasar-pasar baru hanya setelah viabilitas terbukti.
2. Ukuran organisasi
Terdapat banyak bukti yang mendukung ide bahwa ukuran
sebuah organisasi secara signifikan mempengaruhi strukturnya.
3. Teknologi
Istilah teknologi mengacu pada cara sebuah organisasi
mengubah input menjadi output. Setiap organisasi paling tidak
memiliki satu teknologi untuk mengubah sumber daya finansial,
SDM, dan sumber daya fisik menjadi produk atau jasa.
4. Lingkungan
Lingkungan sebuah organisasi terbentuk dari lembaga-lembaga
atau kekuatan-kekuatan di luar organisasi yang berpotensi
mempengaruhi kinerja organisasi. Kekuatan-kekuatan ini biasanya
meliputi pemasok, pelanggan, pesaing, badan peraturan
pemerintah, kelompok-kelompok tekanan publik, dan sebagainya.
Pembagian departemen atau unit pada struktur organisasi dapat
dibagi menjadi 3 (tiga) macam :
1. Departementalisasi Menurut Fungsi
Pada pembagian ini orang yang memiliki fungsi yang terikat
dikelompokkan menjadi satu. Umum terjadi pada organisasi kecil
dengan sumber daya terbatas dengan produksi lini produk yang
tidak banyak. Biasanya dibagi dalam bagian keuangan,
pemasaran, umum, produksi, dan lain sebagainya.
2. Departementalisasi Menurut Produk / Pasar
Pada jenis departementalisasi ini orang-orang atau sumber
daya yang ada dibagi ke dalam departementalisasi menurut
fungsi serta dibagi juga ke dalam tiap-tiap lini produk, wilayah
geografis, menurut jenis konsumen, dan lain sebagainya.
3. Departementalisasi Organisasi Matrix / Matriks
Bentuk organisasi matriks marupakan gabungan dari
departementalisasi menurut fungsional dan departementalisasi
menurut proyek. Seorang pegawai dapat memiliki dua posisi baik
secara fungsi maupun proyek sehingga otomatis akan memiliki
dua atasan / komando ganda. Proyek biasanya diadakan secara
tidak menentu dan sifatnya tidak tetap.
Tata kerja : merupakan cara pekerjaan dengan benar dan berhasil
guna atau bisa mencapai tingkat efisien yang maksimal.
Prosedur kerja : merupakan tahapan dalam tata kerja yang harus
dilalui suatu pekerjaan baik mengenai dari mana asalnya dan mau
menuju mana, kapan pekerjaan tersebut harus diselesaikan maupun
alat apa yang harus digunakan agar pekerjaan tersebut dapat
diselesaikan.
Sistem Kerja : merupakan susunan antara tata kerja dengan
prosedur yang menjadi satu sehingga membentuk suatu pola tertentu
dalam menyelesaikan suatu pekerjaan

Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan kelanjutan dari dua
bentuk organisasi. Struktur organisasi yang dibentuk akan selalu
berdasarkan pada 3 komponen organisasi yaitu:
1. Interaksi kemanusiaan .
2. Kegiatan yang terarah ke tujuan.
3. Struktur.
Berdasarkan ketiga komponen organisasi itu seorang manajer
puncak harus dapat mengkoordinir kegiatan-kegiatan karyawan
dalam mencapai tujuan Organisasi. Disamping pertimbangan ketiga
komponen tersebut, struktur Organisasi harus memberi penjelasan
bagaimana pembagian kekuasaan ( = authonty = wewenang ) dan
bagaimana tanggung jawabnya. Pendelegasian wewenang sangat
erat hubungannya dengan batasan wewenang dan tanggung jawab
seseorang tentang suatu bagian kegiatan yang dilaksanakan.
Dengan menugaskan sebagian pekerjaan kepada bawahan berarti
manajer memberikan wewenang dan tanggung jawab yang
seimbang, untuk kemudian setiap bawahan harus
mempertanggungjawabkannya kepada atasannya sesuai dengan
struktur organisasi.

Bentuk Organisasi
Bentuk Struktur Organisasi yaitu:
1. Organisasi Lini
2. Organisasi Fungsional
3. Organisasi Lini dan Staff.
4. Organisasi Fungsional dan Lini
5. Organisasi Matrik.
6. Organisasi Komite
7. Organisasi Lini

Organisasi Fungsional
Organisasi fungsional adalah suatu organisasi di mana
wewenang dari pimpinan tertinggi dilimpahkan kepada kepala bagian
yang mempunyai jabatan fungsional untuk dikerjakan kepada para
pelaksana yang mcmpunyai keahlian khusus.

Organisasi Garis dan Staff
Organisasi lini dan staff adalah suatu bentuk organisasi di
mana pelimpahan wewenang berlangsung secara vertikal dan
sepenuhnya dari pucuk pimpinan ke kepala bagian di bawahnya
serta masing-masing pejabat manajer ditempatkan satu atau lebih
pejabat staff yang tidak mempunyai wewenang memerintah tetapi
hanya sebagai penasihat, misalnya mengenai masalah kearsipan,
keuangan, personel dan sebagainya.

Organisasi Fungsional dan garis
Organisasi fungsional dan garis adalah bentuk organisasi
dimana wewenang dari pimpinan tertinggi dilimpahkan kepada kepala
bagian di bawahnya yang mempunyai keahlian tertentu serta
sebagian dilimpahkan kepada pejabat fungsional yang koordinasinya
tetap diserahkan kepada kepala bagian.
Organisasi Matrik
Organisasi matrik disebut juga sebagai organisasi manajemen
proyek yaitu organisasi di mana penggunaan struktur organisasi
menunjukkan di mana para spesialis yang mempunyai ketrampilan di
masing-masing bagian dari kegiatan pemasaran dikumpulkan lagi
menjadi satu untuk sualu proyek yang harus diselesaikan.
Organisasi komite
Organisasi komite adalah bentuk organisasi di mana tugas
kepemimpinan dan tugas tertentu dilaksanakan secara kolektif oleh
sekelompok pejabat, yang berupa komite atau dewan atau board
dengan pluralistic manajemen.
Struktur Organisasi
Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan
antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau
perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk
mencapai tujuan. Struktur Organisasi menggambarkan dengan jelas
pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain
dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi. Dalam
struktur organisasi yang baik harus menjelaskan hubungan
wewenang siapa melapor kepada siapa.
Struktur organisasi mendefinisikan cara tugas pekerjaan dibagi,
dikelompokkan, dandikoordinasikan secara formal.

Elemen Struktur Organisasi
Empat elemen dalam struktur organisasi yaitu :
1. Adanya spesialisasi kegiatan kerja
2. Adanya standardisasi kegiatan kerja
3. Adanya koordinasi kegiatan kerja
4. Besaran seluruh organisasi
Ada enam elemen kunci yang perlu diperhatikan oleh para manajer
ketika hendak mendesain struktur, antara lain:
1. Spesialisasi pekerjaan : Sejauh mana tugas-tugas dalam
organisasi dibagi-bagi ke dalam beberapa pekerjaan tersendiri.
2. Departementalisasi : Dasar yang dipakai untuk
mengelompokkan pekerjaan secara bersama-sama.
Departementalisasi dapat berupa proses, produk, geografi, dan
pelanggan.
3. Rantai komando : Garis wewenang yang tanpa putus yang
membentang dari puncak organisasi ke eselon paling bawah dan
menjelaskan siapa bertanggung jawab kepada siapa.
4. Rentang kendali : Jumlah bawahan yang dapat diarahkan oleh
seorang manajer secara efisien dan efektif.
5. Sentralisasi dan Desentralisasi : Sentralisasi mengacu pada
sejauh mana tingkat pengambilan keputusan terkonsentrasi
pada satu titik di dalam organisasi. Desentralisasi adalah lawan
dari sentralisasi.
6. Formalisasi : Sejauh mana pekerjaan-pekerjaan di dalam
organisasi dibakukan.

Anatomi Organisasi
Ringkasan Buku Administration Behavior Bab V Oleh : Arie Widodo
Pada Bab XI Simon mendiskusikan tentang anatomi dan
psikologi organisasi. Tema sentral yang didiskusikan adalah bahwa
perilaku organisasi adalah jaringan yang rumit dari proses keputusan,
yang menunjukkan pengaruhnya pada perilaku pekerja yang
melakukan pekerjaan fisik nyata dari suatu organisasi. Anatomi
organisasi dapat ditemukan pada pendistribusian dan pengalokasian
proses pengambilan keputusan. Psikologi organisasi dapat
diptemukan pada proses organisasi mempengaruhi keputusan setiap
anggotanya.

TEORI KEPEMIMPINAN

TEORI KEPEMIMPINAN SITUASIONAL

MODEL KONTIJENSI
Pada tahun sekitar 1940-an para ahli-ahli psikologi sosial mulai mulai mengadakan penelitian terhadap beberapa variabel-variabel Situasional yang mempunyai pengaruh terhadap peranan kepemimpinan, kecakapan, dan prilakunya, inklusif pelaksanaan pekerjaan dan kepuasan para pengikutnya. Berbagai variabel Situasional diidentifikasikan, tapi tidak semua mampu ditarik oleh Teori Situasional ini.
Pedekatan klasik terhadap pelatihan dan pengembangan gaya manajemen adalah pendekatan kepemimpinan siklus hidup (yang selanjutnya disebut situasional) pendekatan ini merupakan perluasan dari pendekatan jaringan manjerial. Mengikuti kajian asli Ohio State dan pendekatan jaringan, pendekatan Hersey dan Blanchard. Mengidentifikasi dua gaya utama berikut ini :
1. Task Style. Pemimpin mengorganisasi dan menentukan peran bagi para anggota kelompok kerja; pemimpin menjelaskan tugas-tugas yang harus dikerjakan anggota, kapan, dimana, serta bagaimana mereka mengerjakannya.
2. Relationship style. Pemimpin memiliki hubungan yang dekat dengan anggota kelompok, ada keterbukaan komunikasi serta dukungan psikologis dan emosional.
Pada tahun ± 1967 Fred Fiedler mengusulkan suatu model berdasarkan situasi untuk efektifitas kepemimpinan. Konsep ini dituangkan dalam bukunya yang terkenal "A Theory of Leadership Effectiveness ". Fiedler mengembangkan suatu teknik yang unik untuk mengukur gaya kepemimpinan dengan memberikan skor yang dapat menunjukan Dugaan Kesamaan di antara keberlawanan (Assumed Similarity between Oppsites - ASO) dan Teman Kerja yang Paling Sedikit Disukai (Least Preferred Coworker - LPC). ASO memperhitungkan derajat kesamaan diantara persepsi-persepsi pemimpin menganai kesukaan yang paling banyak dan paling sedikit tentang kawan-kawan kerjanya.
Dua pengukuran yang dipergunakan saling bergantian dan ada hubungannya dengan kepemimpinan tersebut, dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Hubungan Kemanusiaan atau gaya yang lunak dihubungkan pada pemimpin yang tidak mempertimbangkan perbedaan yang besar diantara teman-teman kerja yang paling banyak atau yang paling sedikit disukai (ASO) atau memberikan gambaran yang relatif mengenakan kepada teman kerja yang paling sedikit disenangi (LPC).
2. Gaya Kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau hard nosed dihubungkan pada pemimpin yang memandang suatu perbedaan besar diantara teman kerja yang paling banyak atau yang paling sedikit disukai (ASO) dan memberikan suatu gambaran yang tidak menyenangkan kepada teman kerja yang paling sedikit disukai (LPC).
Similarity between Oppsites –ASO : Memperhitungkan derajat kesamaan diantara persepsi-persepsi pemimpin mengenai kesukaan yang paling banyak dan paling sedilit tentang kawan-kawan kerjanya.
Dua tolak ukur yang dipergunakan berikut ini adalah saling bergantian dan saling berhubungan dengan gaya kepemimpinan tersebut diatas, berikut ini adalah penjelasannya:
1. Hubungan kemanusiaan atau gaya yang lunak, dihubungkan pada pemimpin yang tidak mempertimbangkan perbedaan yang besar diantara para anggotanya atau teman-teman sekerja yang paling banyak atau yang paling sedikit disukai (ASO) atau memberikan gambaran yang relatif menyenangkan kepada onggota atau teman sekerja yang paling sedikit disenangi (LPC).
2. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau (Hard Nosed) dihubungkan pada pemimpin yang berpandangan pada suatu perbedaan besar diantara para anggotanya atau teman-teman sekerja yang paling banyak atau yang paling sedikit disukai (ASO ) dan memberikan suatu gambaran yang tidak menyenangkan pada teman kerja yang paling sedikit disukai ( LPC ).
Kunci efektivitas kepemimpinan pada model tersebut adalah menyesuaikan situasi dengan gaya yang sesuai. Berikut ringkasan dari empat gaya dasar :
1. Telling style. Gaya ini merupakan gaya tugas-tinggi hubungan-rendah dan efektif bila pengikutnya berada ditingkat kedewasaan sangat rendah.
2. Selling style. Gaya ini adalah gaya tugas-tinggi hubungan-tinggi dan efektif bila kedewasaan pengikutnya rendah.
3. Participating style. Gaya ini merupakan gaya tugas-rendah hubungan-tinggi dan efektif bila kedewasaan pengikutnya tinggi.
4. Delegating style. Gaya ini merupakan gaya tugas-rendah hubungan-rendah dan efektif bila tingkat kedewasaan pengikutnya sangat tinggi.
Sumber : http://bookofchina300.blogspot.com/2011/09/teori-situasional-dan-model-kontijensi.html

MODEL VROOM-YETTON
Vroom dan Yetton (1973) mengembangkan model kepemimpinan normatif dalam 3 kunci utama: metode taksonomi kepemimpinan, atribut-atribut permasalahan, dan pohon keputusan (decision tree). 5 tipe kunci metode kepemimpinan yang teridentifikasi (Vroom & Yetton, 1973):
1. Autocratic I: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang saat ini terdapat pada pemimpin.
2. Autocratic II: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang terdapat pada seluruh anggota kelompok tanpa terlebih dahulu menginformasikan tujuan dari penyampaian informasi yang mereka berikan.
3. Consultative I: berbagi akan masalah yang ada dengan individu yang relevan, mengetahui ide-ide dan saran mereka tanpa melibatkan mereka ke dalam kelompok; lalu membuat keputusan.
4. Consultative II: berbagi masalah dengan kelompok, mendapatkan ide-ide dan saran mereka saat diskusi kelompok berlangsung, dan kemudian membuat keputusan.
5. Group II: berbagi masalah yang ada dengan kelompok, mengepalai diskusi kelompok, serta menerima dan menerapkan keputusan apapun yang dibuat oleh kelompok.
Tidak ada satupun dari metode ini yang dianggap terbaik untuk diterapkan pada berbagai situasi. Para pemimpin harus mencocokkan metode kepemimpinan dengan situasi yang ada. Ada 7 atribut dari situasi yang harus diambil dalam memutuskan metode kepemimpinan seperti apa yang harus digunakan (Vroom & Yetton, 1973)

MODEL PATH GOAL

Sekarang ini salah satu pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal, teori path-goal adalah suatu model kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi.
Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002).
Bawahan sering berharap pemimpin membantu mengarahkan mereka dalam mencapai tujuan. Dengan kata lain bawahan berharap para pemimpin mereka membantu mereka dalam pencapaian tujuan2 bernilai mereka. Ide di atas memainkan peran penting dalam House’s path-goal theory yang menyatakan bahwa kegiatan2 pemimpin yang menjelaskan bentuk tugas dan mengurangi atau menghilangkan berbagai hambatan akan meningkatkan persepsi para bawahan bahwa bekerja keras akan mengarahkan ke kinerja yg baik dan kinerja yg baik tsb selanjutnya akan diakui dan diberikan ganjaran.
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi. Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
1. Fungsi Pertama; adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam menyelesaikan tugasnya.
2. Fungsi Kedua; adalah meningkatkan jumlah hasil (reward)bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gayakepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003)
Sumber : http://ninda-psikologi.blogspot.com/2009/11/teori-kepemimpinan-teori-kepemimpinan.html