Kamis, 19 April 2012

TEORI KEPEMIMPINAN

TEORI KEPEMIMPINAN SITUASIONAL

MODEL KONTIJENSI
Pada tahun sekitar 1940-an para ahli-ahli psikologi sosial mulai mulai mengadakan penelitian terhadap beberapa variabel-variabel Situasional yang mempunyai pengaruh terhadap peranan kepemimpinan, kecakapan, dan prilakunya, inklusif pelaksanaan pekerjaan dan kepuasan para pengikutnya. Berbagai variabel Situasional diidentifikasikan, tapi tidak semua mampu ditarik oleh Teori Situasional ini.
Pedekatan klasik terhadap pelatihan dan pengembangan gaya manajemen adalah pendekatan kepemimpinan siklus hidup (yang selanjutnya disebut situasional) pendekatan ini merupakan perluasan dari pendekatan jaringan manjerial. Mengikuti kajian asli Ohio State dan pendekatan jaringan, pendekatan Hersey dan Blanchard. Mengidentifikasi dua gaya utama berikut ini :
1. Task Style. Pemimpin mengorganisasi dan menentukan peran bagi para anggota kelompok kerja; pemimpin menjelaskan tugas-tugas yang harus dikerjakan anggota, kapan, dimana, serta bagaimana mereka mengerjakannya.
2. Relationship style. Pemimpin memiliki hubungan yang dekat dengan anggota kelompok, ada keterbukaan komunikasi serta dukungan psikologis dan emosional.
Pada tahun ± 1967 Fred Fiedler mengusulkan suatu model berdasarkan situasi untuk efektifitas kepemimpinan. Konsep ini dituangkan dalam bukunya yang terkenal "A Theory of Leadership Effectiveness ". Fiedler mengembangkan suatu teknik yang unik untuk mengukur gaya kepemimpinan dengan memberikan skor yang dapat menunjukan Dugaan Kesamaan di antara keberlawanan (Assumed Similarity between Oppsites - ASO) dan Teman Kerja yang Paling Sedikit Disukai (Least Preferred Coworker - LPC). ASO memperhitungkan derajat kesamaan diantara persepsi-persepsi pemimpin menganai kesukaan yang paling banyak dan paling sedikit tentang kawan-kawan kerjanya.
Dua pengukuran yang dipergunakan saling bergantian dan ada hubungannya dengan kepemimpinan tersebut, dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Hubungan Kemanusiaan atau gaya yang lunak dihubungkan pada pemimpin yang tidak mempertimbangkan perbedaan yang besar diantara teman-teman kerja yang paling banyak atau yang paling sedikit disukai (ASO) atau memberikan gambaran yang relatif mengenakan kepada teman kerja yang paling sedikit disenangi (LPC).
2. Gaya Kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau hard nosed dihubungkan pada pemimpin yang memandang suatu perbedaan besar diantara teman kerja yang paling banyak atau yang paling sedikit disukai (ASO) dan memberikan suatu gambaran yang tidak menyenangkan kepada teman kerja yang paling sedikit disukai (LPC).
Similarity between Oppsites –ASO : Memperhitungkan derajat kesamaan diantara persepsi-persepsi pemimpin mengenai kesukaan yang paling banyak dan paling sedilit tentang kawan-kawan kerjanya.
Dua tolak ukur yang dipergunakan berikut ini adalah saling bergantian dan saling berhubungan dengan gaya kepemimpinan tersebut diatas, berikut ini adalah penjelasannya:
1. Hubungan kemanusiaan atau gaya yang lunak, dihubungkan pada pemimpin yang tidak mempertimbangkan perbedaan yang besar diantara para anggotanya atau teman-teman sekerja yang paling banyak atau yang paling sedikit disukai (ASO) atau memberikan gambaran yang relatif menyenangkan kepada onggota atau teman sekerja yang paling sedikit disenangi (LPC).
2. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau (Hard Nosed) dihubungkan pada pemimpin yang berpandangan pada suatu perbedaan besar diantara para anggotanya atau teman-teman sekerja yang paling banyak atau yang paling sedikit disukai (ASO ) dan memberikan suatu gambaran yang tidak menyenangkan pada teman kerja yang paling sedikit disukai ( LPC ).
Kunci efektivitas kepemimpinan pada model tersebut adalah menyesuaikan situasi dengan gaya yang sesuai. Berikut ringkasan dari empat gaya dasar :
1. Telling style. Gaya ini merupakan gaya tugas-tinggi hubungan-rendah dan efektif bila pengikutnya berada ditingkat kedewasaan sangat rendah.
2. Selling style. Gaya ini adalah gaya tugas-tinggi hubungan-tinggi dan efektif bila kedewasaan pengikutnya rendah.
3. Participating style. Gaya ini merupakan gaya tugas-rendah hubungan-tinggi dan efektif bila kedewasaan pengikutnya tinggi.
4. Delegating style. Gaya ini merupakan gaya tugas-rendah hubungan-rendah dan efektif bila tingkat kedewasaan pengikutnya sangat tinggi.
Sumber : http://bookofchina300.blogspot.com/2011/09/teori-situasional-dan-model-kontijensi.html

MODEL VROOM-YETTON
Vroom dan Yetton (1973) mengembangkan model kepemimpinan normatif dalam 3 kunci utama: metode taksonomi kepemimpinan, atribut-atribut permasalahan, dan pohon keputusan (decision tree). 5 tipe kunci metode kepemimpinan yang teridentifikasi (Vroom & Yetton, 1973):
1. Autocratic I: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang saat ini terdapat pada pemimpin.
2. Autocratic II: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang terdapat pada seluruh anggota kelompok tanpa terlebih dahulu menginformasikan tujuan dari penyampaian informasi yang mereka berikan.
3. Consultative I: berbagi akan masalah yang ada dengan individu yang relevan, mengetahui ide-ide dan saran mereka tanpa melibatkan mereka ke dalam kelompok; lalu membuat keputusan.
4. Consultative II: berbagi masalah dengan kelompok, mendapatkan ide-ide dan saran mereka saat diskusi kelompok berlangsung, dan kemudian membuat keputusan.
5. Group II: berbagi masalah yang ada dengan kelompok, mengepalai diskusi kelompok, serta menerima dan menerapkan keputusan apapun yang dibuat oleh kelompok.
Tidak ada satupun dari metode ini yang dianggap terbaik untuk diterapkan pada berbagai situasi. Para pemimpin harus mencocokkan metode kepemimpinan dengan situasi yang ada. Ada 7 atribut dari situasi yang harus diambil dalam memutuskan metode kepemimpinan seperti apa yang harus digunakan (Vroom & Yetton, 1973)

MODEL PATH GOAL

Sekarang ini salah satu pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal, teori path-goal adalah suatu model kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi.
Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002).
Bawahan sering berharap pemimpin membantu mengarahkan mereka dalam mencapai tujuan. Dengan kata lain bawahan berharap para pemimpin mereka membantu mereka dalam pencapaian tujuan2 bernilai mereka. Ide di atas memainkan peran penting dalam House’s path-goal theory yang menyatakan bahwa kegiatan2 pemimpin yang menjelaskan bentuk tugas dan mengurangi atau menghilangkan berbagai hambatan akan meningkatkan persepsi para bawahan bahwa bekerja keras akan mengarahkan ke kinerja yg baik dan kinerja yg baik tsb selanjutnya akan diakui dan diberikan ganjaran.
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi. Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
1. Fungsi Pertama; adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam menyelesaikan tugasnya.
2. Fungsi Kedua; adalah meningkatkan jumlah hasil (reward)bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gayakepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003)
Sumber : http://ninda-psikologi.blogspot.com/2009/11/teori-kepemimpinan-teori-kepemimpinan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar